“Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli,
Bangkit Jadi Bangsa Mandiri” Kita mau menjadi satu Bangsa yang bebas Merdeka,
berdaulat penuh, bermasyarakat adil makmur, satu Bangsa Besar yang
Hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertaraharja, otot kawat
balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo. (Pidato
Presiden RI Sukarno tanggal 17 Agustus 1963)
Kado Hari Menuju Republik Indonesia
19 Februari Ulang
Tahun Tan Malaka
Di awal millennium yang ditandai
oleh kesepakatan dunia akan cita-cita memuliakan martabat kemanusiaan yakni
mengikis problem kemanusiaan yang sudah setua peradaban yang berupa kemiskinan,
kemelaratan dan kesengsaraan dengan hiasan ketidak adilan berdasarkan kelas, gender, demografi dan
ketimpangan antar wilayah dengan bangsa-bangsa di dalamnya. Suatu dunia yang memprihatinkan dimana
kematian sia-sia masih banyak terjadi baik karena terabaikannya kesehatan,
tiadanya fasilitas air, lingkungan dan pemukiman yang sehat. Pendek kata hidup
yang membuat manusia tiada bermartabat ditengah peradaban manusia yang telah
mencapai teknologi digital dan perdagangan financial serta kreativitas yang
tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kesepakatan itu dikenal sebagai Millenium
Development Goal.
Kesepakatan MDGs menjadi terseok
manakala mulai mengurai keselamatan lingkungan, perdagangan dan investasi serta
bagaimana sebaiknya Negara berperan.
Tiga isu besar itulah yang dominant menguasai wacana pembangunan yang
tidak secara langsung disinggung dalam MDGs, dan untuk Indonesia yang paling mengemuka
adalah yang terakhir dengan tema NEO LIBERAL.
Sesungguhnya ini bukanlah isu baru, awal 1960-an di jagat balantika
politik nasional hinggar binggar dengan isu yang lebih serius lagi yakni
NEKOLIM.
Dalam pemilihan presiden secara
langsung yang berlangsung pada 8 juli 2009 isu NEOLIB begitu popular dan
menjadi wacana yang paling dihujat oleh hampir seluruh peserta. Terlepas dari perdebatan yang sangat
artificial itu, bagi kami, yang paling esensial dan fundamental adalah
bagaimana pemerintahan yang menjadi pemenang pemilu (Presiden dan Legislatif)
dapat merealisasikan cita-cita bernegara-bangsa Republik Indonesia. Oleh karenanya, sebagai orang yang pernah
bersentuhan dengan lembaga-lembaga terhormat yang mendesain blue print
pembangunan, kami menganggap penting untuk mengingatkan agar jangan asal
membingkai secara teknokratik rencana pembangunan apalagi asal jiplak (termasuk
petuah NEKOLIM) tanpa mempertimbangkan tujuan bernegara-bangsa.
Hampir 70 tahun kita telah
merdeka, telah banyak kaum terdidik mendedikasikan kehidupannya bagi keberlangsungan
Negara-bangsa baik di legislative, eksekutif maupun yudikatif dan taman
pendidikan. Namun kita sadar bahwa fakta
yang tak dapat diingkari adalah belum terealisasinya apa yang dicitakan dan
diwajibkan oleh konstitusi, malahan kita terjebak dalam iklim otoritarian
birokratik rente yang militeristik, dan kini kita saling tuding sebagai neolib. Sedikit atau banyak ia hadir di dapur
pembangunan kita. Sosoknya begitu nyata, dimana dominasi asing dalam
perekonomian kita, bahkan untuk penanggulangan kemiskinan saja harus memakai
uang asing, sudah sedemikian tiada bermartabatkah moralitas kita sebagai suatu
Negara-bangsa? Rasanya tak perlu lagi kita berdebat.
Pada kesempatan ini, kami akan
menyampaikan gagasan tokoh pendiri republic dan partai yang dahulu pernah
menguasai negeri tercinta ini. Sekalipun
disusun oleh kaum terdidik yang tidak sebanyak yang ada di depkeu-Bappenas dan
DPR atau Parpol namun hemat kami kualitas dedikasinya bagi rakyat jelas tak
tertandingi oleh GBHN, Propenas dan Bahkan RPJM yang sekarang ataupun platform
partai politik yang sedang berjaya.
Kelugasan menuliskan persoalan
dan program yang diungkapkan menunjukkan dekatnya jiwa mereka, tanpa bungkus
intelektualisme dan teknokratisme yang membuat terasing dan rakyat menjadi tak
lagi dapat mengontrolnya. Sofistikasi
tentu bukanlah penipuan agar rakyat lengah terhadap setiap rupiah yang
dikeluarkan Negara untuk kesejahteraan yang berubah menjadi kekayaan elite,
kegenitan intelektualisme dan kemakmuran asing.
Inilah yang dimaksudkan dengan kualitas dedikasinya.
Namun ditengah deraan yang
demikian, ada secercah harapan bahwa pijar-pijar kebangkitan Negara-bangsa yang
bermula di area perencanaan dan pembiayaan (planning and budgeting), menejemen
pembangunan berdasarkan kinerja dan tekad tata kelola yang baik dan bersih
sedang berderap menuju Indonesia Raya, adil berkemakmuran dan makmur
berkeadilan, Negara-bangsa yang sejahtera.