Soekarno yang merupakan Presiden pertama Republik Indonesia dikenal sebagai pencetus Marhenisme ini, hampir diseluruh karyanya, memperlihatkan ambisinya untuk menciptakan suatu tatanan Marhanisme yaitu masyarakat gotong-royong, dimana suasana cultural yang penuh dengan jiwa dan gairah kerja sama antar individu untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh individu dan terutama berhubungan dengan aspek social. Ketertarikannya terhadap politik sejak ia muda, ketika bersekolah lanjutan dan tinggal bersama tokoh politik HOS Tjokro Aminoto di Surabaya tidak hanya berkenalan dengan tokoh SI melainkan juga memiliki guru penganut paham Sosial Demokrat yang kerap meminjami buku-buku sosialis.
Karena bakat dan lingkungannya itu pula ia telah tumbuh menjadi propagandis Islam dan sosialisme melalui tulisan-tulisannya, pengetahuan dan keterampilannya dalam berpolitik semakin matang ketika ia melanjutkan kuliahnya di ITB. Sebagai aktivis politik, ia mulai banyak berkenalan dengan ide-ide sosialisme dan kebangsaan selama di
Bandung baik karena persentuhan dengan para aktivis pergerakan lainnya maupun dengan sosialis lainnya. Soekarno terhitung terlambat memasuki aktivitas politik riel, sebelum di PNI ia tidak menjadi anggota partai apapun, kecuali kelompok studi untuk mengasah pemikirannya.
Ide-ide kerakyatan mewarnai pikirannya, namun ia gamang dengan proletar yang baginya belum nampak kekuatannya di Indonesia, ia juga kritis terhadap ide-ide sosialisme elitis yang seakan menjaga jarak dengan massa, ia juga tidak yakin dengan Islamisme sebagai dasar gerakan. Nasionalisme itulah yang menjadi rumah bagi kristalisasi dasar perjuangannya, dan karena kegandrungannya pada analisa Karl Marx, namun tidak sepakat dengan proletar sebagai sosko guru satu-satunya revolusi, maka Marhaenisme adalah pengejawantahan ideology revolusionir pilihannya. Nasionalisme radikal menjadi garis politiknya sekalipun ia lebih suka menyebut Socio-nasionalisme, socio-demokrasi.
Marhaenisme adalah massa revolusioner yang merupakan bagian terbesar rakyat Indonesia, dimana mereka bukanlah orang yang hanya menjual tenaganya saja atau proletar, melainkan orang yang punya alat produksi yang terbatas seperti petani, pedagang, perajin, dalain sebagainya.
Gagasan Hak Kesejahteraan
Gagasan Soekarno di alam kemerdekaan berpengharapan seluruh warga yang Marhaenis, terutama rakyat hidup dalam kemakmuran, dimana hak-hak dasarnya untuk hidup bermartabat terpenuhi, memiliki harga diri, karena rakyat melalui perwakilannya mengatur dan mengelola pemerintahan sesuai dengan kehendak rakyat.
“Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, walaupun golongan saya. Tetapi mendirikan negara untuk semua, satu buat semua semua buat satu”.[10]
Dalam proses perjuangan rakyat akan kemerdekaan bukan sekedar karena ingin merdeka saja tetapi kemerdekaan itu adalah gerbang untuk kesejahteraan mereka, Soekarno memformulasikan dalam MIM:
“Rakyat Indonesia bergerak tidak karena ideal tetapi bergerak karena ingin cukup makan, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minum, seni dan kultur”.[11]
Lebih jelas lagi mengenai kesejahteraan ini Soekarno mengusulkan menjadi landasan dasar bernegara-bangsa, dalam pidato usulan mengenai dasar negara Indonesia Merdeka – yang kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, Soekarno mengungkapkan:
“Prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan didalam Indonesia merdeka…. apakah kita mau Indonesia Merdeka , yang kaum kapitalisnya merajalela , ataukah semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya ? mana yang kita pilih saudara-saudara ? Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan , kurang pakaian menciptakan dunia baru yang didalamnya ada keadilan dibawah pimpinan ratu adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, menyinta rakyat Indonesia, mari kita terima prinsip hal sociale rechtvardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik, saudara-saudarapun diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan. Artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.[12]
Gagasan Demokrasi Keadilan
Soekarno sedari muda gandrung akan jalan politik untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka, ia tidak menyetujui kekerasan termasuk militer, scenario demokrasilah yang menjadi pilihan politiknya. Oleh karena itulah, demokrasi menjadi salah satu impiannya, namun bukanlah demokrasi yang melahirkan individualisme-kapitalisme, melainkan demokrasi politik, ekonomi dan social. Demokrasi berkeadilan!
Dalam Pidato 1 Mei, Soekarno menyatakan: Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.[13] Kemudian dipertegas lagi dalam manifesto Politik yang berbunyi:
“Kesatu, Pembentukan satu negara Republik Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan Negara Kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampe Merauke. Kedua pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia itu. [14]
Demikianlah gagasan demokrasi yang diimpikan oleh Soekarno. Dapatlah dipahami bila kemudian setelah secara politik teramputasi sejak dilaksanakannya kabinet parlemeter dimasa UUD 1945 awal dan UUD RIS serta UUDS 1950, Ia membuat Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 agar ia mampu merealisasikan impiannya.
“Jadi jelaslah bahwa kewajiban-kewajiban revolusi Indonesia bukan untuk mendirikan negara federal, kekuasaan dictator atau republik kapitalis. Kewajiban-kewajiban revolusi Indonesia ialah untuk membentuk satu Republik Kesatuan , kesatuan yang demokratis dimana Irian barat juga termasuk didalamnya, dimana kedaulatan ada ditangan rakyat , yang dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat (Sesuai) UUD 1945 pasal 1 ayat 2 , dimana hak-hak azasi dan hak-hak warga negara dijunjung tinggi dan membentuk masyarakat adil dan makmur, cinta damai dan persahabatan dengan semua negara didunia guna membentuk satu dunia baru[15]
Gagasan System Hubungan Indusrial atau Masyarakat Gotong Royong
Sesungguhnya dalam konteks hubungan industrial, sebagai penggandrung Marxis dan jiwanya bersemai paham sosialisme, Soekarno gamang. Terkadang ia anti pemilikan, namun juga menerima pemilikan yang tidak menguasai hidup orang banyak, memiliki dalam jumlah terbatas seperti formulasinya mengenai Marhaenisme. Dalam Marhaenisme yang diidentikkan dengan massa rakyat, tidak secara jelas mempertentangkan kelas social yang ada di Indonesia sedikit sekali disinggung kaum kaya dan kaum paria diperhadapkan secara diametral, semuanya direduksi oleh Soekarno, yang mungkin karena jumlahnya jauh sangat kecil. Bahkan Soekarno sering juga memunculkan istilah Gotong royong, yang dianggap lebih dinamis dari kekeluargaan, dan ini mencerminkan spirit asli Indonesia yang suka kerja keras dan tolong-menolong. Jadi dinamika ekonomi hendaknya dikelola dalam konteks ini, dimana yang menguasai hajad hidup orang banyak dikelola oleh negara sedangkan yang menjadi usaha rakyat namun mendukung tujuan revolusi terus diperkenankan berjalan.
Selain gagasan dalam agitasi dan propaganda, Soekarno ketika mulai efektif menjadi Presiden dalam kabinet presidensiel, mulai memikirkan bentuk ekonomi yang dicitakan dahulu, yang dicitakan UUD 1945, dalam program yang dikenal MANIPOL-USDEK, adapun secara garis besarnya sebagai berikut:
Bidang Ekonomi
1. Retooling alat-alat produksi dan alat distribusi, semua direorganisasi dibelokkan setirnya kearah pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 dengan mempergunakan relnya demokrasi terpimpin
2. Semua alat vital dalam produksi dan semua alat vital dalam distribusi harus dikuasi atau sedikitnya diawasi Pemerintah
3. Segala modal dan tenaga yang terbukti progresif dapat diikut-sertakan dalam pembangunan Indonesia
4. Tenaga modal “funds and forces” bukan asli yang sudah menetap di Indonesia yang menyetujui, lagi pula sanggup membantu terlaksananya program kabinet Kerja akan mendapat tempat dan kesempatan yang wajar dalam usaha-usaha kita, dan dapat disalurkan kearah pembangunan perindustrian misalnya dalam sector industri menengah yang masih terbuka bagi inisiatif partikelir.
5. Mencoret sama sekali ‘hak eigendom” tanah dan hokum pertanahan Indonesia, dan hanya kenal hak milik tanah bagi orang Indonesia, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945
Gagasan Pendidikan
Gagasan pendidikan yang penting bagi Soekarno adalah gagasan pendidikan massa aksi, atau semangat revolusioner karena untuk mencapai kemerdekaan dan melanjutkan jalannya revolusi. Kesadaran nasional menjadi hal yang fundamental bagi soekarno, tidaklah mengherankan paska derkrit,. Ia merumuskan kesadaran social sebagai berikut:
Pengejawantahan kesadaran social itu ialah:
1. Semangat Persatuan
2. semangat Gotong royong yang dinamis
3. semangat Ho Lopis Kuntul Baris
Ordening politik ekonomi social pada hakekatnya adalah inti atau jiwa dari revolusi kita, dan konsepsi hidup yang menjiwai revolusi itu adalah kekuasaan yang pokok dari kehidupan nasional kita.
Soekarno dan Gagasan Negara Penentu Kesejahteraan
Mencermati uraian di atas, aras pemikiran Soekarno memang pekat dengan kesejahteraan rakyat dan untuk mencapai itu analisisnya yang kritis terhadap system yang dominan sangat tajam, akar cultural yang dimilikinya (ia tak pernah mengenyam pendidikan atau pergaulan politik semasa muda di negeri asing) menjadikan gagasan-gagasannya sering berbeda dengan teori-teori dasarnya yang berasal dari barat. Tak jarang, ia sering dikritik sering mengutip pendapat ahli secara keliru, dan ia tak menggubris bahkan mengulanginya karena baginya kutipan atau pendapat ahli hanya penting untuk keperluan politiknya bukan dalam konteks teori.
Suasana perjuangan kemerdekaan dan perang dingin menjadikannya lebih mementingkan hal-hal yang umum agar tidak terjadi perpecahan yang merugikan negara-bangsa yang susah payah dibangun bersama perjuangan rakyat, oleh karenanya gagasan kesejahteraannya secara teoritis penuh dengan kegamangan disamping detailnya tak pernah dipikirkannya secara serius mengingat persoalan besar lainnya seperti kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, persatuan nasional lebih menyita perhatiannya. Tentulah bisa dipahami bila kerangka gagasan negara kesejahteraan luput dari perhatiannya, sekalipun usaha-usaha dan ikhtiar untuk menuju kesejahteraan seluruh warga dominan dalam setiap pidato dan tindakan politiknya.