“Bahwa kamu (orang Indonesia )
sanggup dan mesti belajar dari Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru Barat,
melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas … juga jangan dilupakan,
bahwa kamu belum seorang murid, bahkan belum seorang manusia, bila kamu tak
ingin merdeka dan belajar bekerja sendiri … seseorang yang ingin menjadi murid
Barat atau manusia, hendaknya ingin merdeka dengan memakai senjata barat yang
rasional”.[25]
Sebagai seorang revolusioner yang
kesepian, Tan malaka yang tumbuh dari alam cultural Minangkabau dan
dibesarkan lingkungan Islami kemudian menjelajahi pemikiran Karl Mark,
telah membuat sosoknya yang controversial dalam revolusi, pemikirannya yang
bertebaran dengan gagasan brilian untuk Indonesia merdeka. Penderitaan
rakyat, menjadi bagian dari jalan hidupnya pula, oleh karenanyalah gagasan
tentang masyarakat Indonesia yang dicitakannya sungguh
romantik, masyarakat sama rata di berbagai lapangan kehidupan.
Analisa dan hasrat revolusionrernya
yang menggema dalam jiwanya, ia hempaskan dalam karya-karya klasiknya, dalam
diskusi-diskusinya, pamflet-pamfletnya bahkan dengan tindakannya. Sebagai
bangsa pengembara, layaknya orang minang, ia melintas berbagai manca-negara dan
terus melakukan agitasi dan propaganda di berbagai tempat tersebut. Jadilah ia legenda misterius, namanya
dikenal namun sosoknya samar-samar. Karyanya mengenai Massa-Aksi dan Naar
De Republiek Indonesia di akui Soekarno turut memberikan pengaruh pikiran dan
tindakan politiknya, hal ini diakui sewaktu bertemu muka dengan Tan malaka
pertama kali setelah kemerdekaan.
Kecakapannya telah
membuatnya menjadi komintern, namun juga sekaligus tak begitu disukai koleganya
karena kemerdekaannya dalam berpikir, baginya Pan Islamisme dan Nasionalisme
adalah strategis. Dan selama Komunisme belum tercapai, apalagi dengan
kondisi obyektif Indonesia, ia menganggap penting persekutuan antara
proletar dan non proletar. Dengan kesadaran dan pimpinan proletarlah
susunan masyarakat komunis dapat dicapai. Kaitan dengan kemerdekaan
berpikir adalah keyakinannya atas kekuatan Ide, Mrazek melukiskannya:
“Kekuatan Ide (the power of idea) sebagai perangsang perubahan social, bukan
kekuatan dinamis dari pertentangan kelas”[26] Selain itu, Alfian melihat Tan Malaka lebih mencitrakan seorang
nasionalis dari pada komunis-internasionalis, hal ini terutama ketika
mendirikan PARI dan berbagai pikiran dan tindakan politik untuk kemerdekaan
bangsa serta perselisihannya dengan PKI dan Komintern.
Karena Komunismenya
ia tersekat ruang, berjarak dengan para revolusioner kebangsaan atau bapak RI,
sekalipun ia sempat menjadi salah seorang penerima testament politik Soekarno.
Dalam Naar Republiek Indonesia dia menyampaikan suatu program untuk mencapai
cita-cita Indonesia merdeka yang diimpikannya, dan bila itu terlaksana ia
menggambarnya sebagai berikut:
“Jika kita dapat melaksanakan program
ini di Indonesia Merdeka, maka kemerdekaan semacam itu akan lebih nyata
daripada yang dinamakan merdeka di banyak negara-negera modern di dunia. Buruh
Indonesia akan memiliki industri-industri besar dan melakukan kekuasaan yang
nyata baik dalam ekonomi maupun dalam politik negara. Penindasan dan pemerasan
yang pada masa sekarang ini diderita oleh buruh-buruh Jepang, Amerika, Inggris,
dll. tak akan ada lagi. Hubungan sosial antar budak dan majikan akan memberikan
tempat pada persamaan dan kemerdekaan. Laba yang berjuta-juta jumlahnya yang
sekarang mengalir ke dalam saku-saku lintah darat, yang bertempat tinggal Zorgvliet (Den Haag) akan dapat digunakan untuk
memajukan industri Indoenesia (tekstil dan pabrik-pabrik mesin,
galangan-galangan kapal dan pekerjaan-pekerjaan tenaga air). Kecuali itu laba
itu akan dapat digunakan untuk bantuan keuangan pada petani-petani,
pedagang-pedagang kecil, industri-industri kecil dsb. Pendek kata program kita
bukan hanya meliputi perburuhan dalam arti kata yang sangat sempit, akan tetapi
dalam seluruh rakyat Indonesia.”[27]
Dan bagi kaum non
proletar, ia berpengharapan dengan pimpinan proletar akan diperoleh suatu
kesadaran untuk hidup sama-rata sama-rasa, melalui proses demokrasi dan
pembangunan karakter nasional akan diperoleh kesukarelaan.
“Bilamana mereka menginsyafi ini, maka
mereka akan dengan sukarela menyerahkan diri kepada perusahaan-perusahaan
negara dan akan meninggalkan perusahaan kecilnya.”[28]
Titik inilah terjadi perbedaan
mendasar antara Tan Malaka dengan Soekarno dan Hatta, sekalipun keduanya
sama-sama mempelajari dan memahami histories ilmiah dari Karl Marx.
Persoalan demokrasi inilah yang membuatnya berbeda dengan para bapak Republik
lainnya, sebagai seorang komunis ia percaya pentingnya peran diktatur proletar
dalam masa peralihan masyarakat kapitalis-feodalistis di Indonesia menuju
komunis. Sekalipun, sesungguhnya, Tan Malaka memberi ruang bagi non
proletar dan pentingnya hak azasi manusia[29], bayangan Tan Malaka tentang hal ini dipaparkan sebagai berikut:
“Diktator Proletariat yang tulen akan
dapat membahayakan prikehidupan ekonomi di Indonesia, terlebih jika revolusi
dunia tak kunjung datang. Akibatnya daripada itu bagian yang terbesar daripada
penduduk, yaitu orang-orang yang bukan proletar, sangat mudah dihasut melawan
buruh Indonesia yang kecil jumlahnya.
Untuk menjamin pripenghidupan ekonomi
di Indonesia dalam kemerdekaan nasional yang mungkin datang, kepada penduduk
yang bukan proletar harus diberikan kesempatan (dalam jatah yang terbatas)
mengusahakan hak milik perseorangan dan perusahaan-perusahaan kapitalisme.
Lebih daripada itu, negeri harus memberikan kepadanya bantuan baik materiil
maupun moril, untuk mempertinggi produksinya. Sudah barang tentu,
perusahaan-perusahaan besar harus segera dinasionalisi. Dengan demikian
kegiatan ekonomi rakyat dapat diperkembangkan tanpa kekuatiran akan datangnya
kasta-kasta atau golongan lainnya. Dengan demikian pertimbangan ekonomi antara
proletar dan bukan proletar dapat dicapai dan dipertahankan.[30]
Karenanya dalam “Indonesia Merdeka”
cara bagaimanapun kepada orang-orang bukan proletar harus diberikan kesempatan
mengeluarkan suaranya. Akan tepat adanya, jika buruh dalam perang kemerdekaan
nasional yang mungkin datang, mewujudkan barisan pelopor daripada seluruh rakyat,
maka perusahaan-perusahaan besar akan jatuh ditangannya dan selaras dengan itu
kekuasaan politik. Perimbangan politik dengan orang-orang bukan proletar akan
mudah dapat diciptakan, yang mana akan sangat penting adanya bagi Indonesia
Merdeka.[31]
Sedangkan
pandangannya mengenai kemerdekaan sebagai hak rakyat untuk hidup merdeka,
sejahtera dan tanpa tekanan atau penindasan, kesadaran rakyat telah samapai
pada pertaruhan jiwanya untuk merebut hak itu.
“Bukan karena sumpah, jimat, suara
gaib atau segala kegelapan-kegelapan feodal yang selama ini menjadi sandaran
hidup rakyat “Priangan” akan tetapi karena hak-hak yang nyata dan wajar sebagai
manusia yang mendorong mereka mengorbankan jiwanya untuk mendapatkan hak-hak
itu.” .[32]
jadi Tan Malaka yakin
bahwa warga negara memiliki hak untuk hidup sejahtera, adil dan makmur, yang
diungkapkannya sebagai hidup nyata, wajar sebagai manusia seperti bangsa eropah
yang mengalaminya.
“Masyarakat Indonesia
baru yang diinginkan Tan Malaka dan sekaligus menjadi tujuan revolusinya ialah
masyarakat Indonesia yang merdeka dan sosialis. Masyarakat semacam itu hanya
bisa lahir kalau dilandasi oleh dasar kerakyatan, kerakyatan itulah dalam
terminiologi politiknya ‘Murbaisme’ yang menjadi tujuan revolusi Tan
Malaka.[33]
Gagasan Indonesia
Merdeka
Sesungguhnya hampir
tidak mungkin menyebutkan tawaran program Tan Malaka bagi kaum komunis ini
sebagai gagasan bagi negara-kesejahteraan, hal ini karena negara dictator
proletariatlah yang dicitakannya sekalipun ada catatan seperti diaungkapkan di
atas. Namun tidak ada salahnya melihat tawaran
program Tan Malaka sebagai pembanding, program yang ditawarkannya
sesungguhnya cukup komprehensif menyangkut berbagai hal mendasar baik ekonomi,
politik dan social juga nmenyangkut peranan militer dan kepolisian. Program ini
menunjukkan konsistensi antara pemikiran dan tindakannya sebagai revolusioner
yang nasionalis, mencapai Indonesia merdeka. Saat
kemerdekaanpun, dimasa revolusi fisik, program senada di gelar oleh Tan Malaka
yang kemudian kelak dikenal dengan Gerpolek dalam rangka mewujudkan gagasan
revolusi total, kemerdekaan 100%.[34] Dan kemudian juga disempurnakan lagi
menjadi Program Minimum dari Persatuan perjuangan yang terdiri atas 7 pasal
yakni
1. Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%
2. Pemerintahan Rakyat (dalam arti
kemauan pemerintah sesuai kemauan rakyat)
3. Tentara rakyat (Kemauan Tentara sesuai
kemauan rakyat)
4. Menyelenggarakan tawanan Eropah
5. Melucuti Senjata jepang
6. Menyita hak dan milik musuh
7. Menyita perusahaan (pabrik, bengkel
dan lain-lain) dan pertanian (perkebunan, pertambangan dan lain-lain) musuh[35]
A. EKONOMI.
1. Menasionalisi pabrik-pabrik dan tambang-tambang seperti tambang
arang batu, timah, minyak dan tambang emas.
2. Menasionalisi hutan-hutan dan perusahaan-perusahaan
modern seperti perusahaan gula, karet, teh kopi, kina, kelapa, nila dan tapioka.
3. Menasionalisi perusahaan-perusahaan
lalulintas dan angkutan.
4. Menasionalisi bank-bank, perusahaan-perusahaan perseorangan dan
maskapai-maskapai perniagaan besar lainnya.
5. Me-elektrifisir Indonesia dengan
membangun indsutri-industri baru dengan bantuan negara seperti pabrik-pabrik
mesin dan tekstil dan galangan pembikinan kapal.
6. Mendirikan koperasi-koperasi rakyat dengan bantuan kredit yang
murah dari negara.
7. Memberikan bantuan hewan dan alat-alat kerja kepada kaum tani
untuk memperbaiki pertaniannya dan mendirikan kebun-kebun percobaan negara.
8. Pemindahan penduduk besar-besaran biaya negara dari Jawa ke
daerah-daerah luar Jawa.
9. Pembagian tanah-tanah yang tidak ditanami antara petani-petani
melarat dan yang tidak mempunyai tanah dengan bantuan uang mengusahakan
tanah-tanah itu.
10. Menghapuskan sisa-sisa feodal dan tanah-tanah partikelir dan
membagikan yang tersebut belakangan ini kepada petani melarat dan proletar.
B. POLITIK.
1. Kemerdekaan Indonesia dengan segera dan
tak terbatas.
2. Membentuk republik
federasi dari pebagai pulau-pulau Indonesia.
3. Segera memanggil rapat nasional dan yang mewakili semua rakyat dan
agama di Indonesia.
4. Segera memberi hak politik sepenuhnya kepada penduduk Indonesia baik laki-laki
maupun wanita.
C. SOSIAL.
1. Gaji minimum, kerja 7 jam dan
perbaikan jam kerja dan penghidupan buruh.
2. Perlindungan kerja dengan pengakuan
hak mogok di antara buruh.
3. Pembagian keuntungan bagi buruh di
industri-industri besar.
4. Membentuk majelis-majelis buruh di Industri-industri besar.
5. Pemisahan gereja dan negara dan
mengakui kemerdekaan agama.
6. Memberikan hak-hak sosial, ekonomi,
dan politik kepada semua warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita.
7. Menasionalisasi rumah-rumah besar dan
membangun rumah-rumah baru dan distribusi rumah-rumah antara buruh negara.
D. PELAJARAN DAN PENDIDIKAN.
1. Wajib belajar bagi anak-anak semua warga negara Indonesia dengan
Cuma-Cuma sampai umur 17 tahun dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang terutama.
2. Menghapuskan sistem pelajaran sekarang dan menyusun sistem yang
langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan Indonesia yang sudah ada dan yang
akan dibangun.
3. Memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan,
pertanian, dan perdagangan dan memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah
bagi pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.
E. MILITER.
1. Menghapuskan tentara imperialis dan mengadakan milisi rakyat untuk
mempertahankan Republik Indonesia .
2. Menghapuskan kehidupan di kamp-kamp (tangsi-tangsi) dan semua UU
yang merendahkan militer rendahan mengijinkan bertempat di kampung-kampung dan
di rumah-rumah baru yang dibangun untuk mereka, perlakuan lebih baik dan
mempertinggi gaji mereka.
3. Memberikan hak sepenuhnya untuk mengadakan organisasi dan rapat
kepada militer Indonesia .
F. POLISI.
1. Pemisahan pangreh praja, polisi, dan
justisi.
2. Memberikan hak-hak sepenuhnya kepada tiap-tiap terdakwa unutk
melindungi diri menentang hakim di muka pengadilan, dan membebaskan terdakwa
dalam waktu 24 jam jika bukti dan saksi-saksi bagi mereka ternyata
cukup.Tiap-tiap perkara yang mempunyai dasar hukum, harus diselesaikan dalam
waktu lima hari yang sesuai tertib
dan di muka umum.
G. RENCANA AKSI.
1. Menuntut 7 jam kerja, gaji minimum dan syarat-syarat kerja dan
penghidupan yang lebih baik bagi buruh.
2. Mengakui Sarekat Sekerja dan hak mogok.
3. Organisasi dan petani untuk hak-hak ekonomi dan politik.
4. Penghapusan peenalo
sanctie.
5. Menghapuskan hukum-hukum dan undang-undang untuk menindas
pergerakan politik, seperti hak-hak pemerintah untuk :
1. Mengasingkan tiap-tiap orang yang
dipandang berbahaya bagi pemerintah.
2. Melarang pemogokan.
3. Melarang dan membubarkan rapat-rapat.
4. Melarang penyiaran pers.
5. Melarang memberikan
pelajaran-pelajaran dan pengakuan sepenuhnya atas kemerdekaan bergerak.
6. Menuntut hak berdemonstrasi, demonstrasi massa di seluruh Indonesia melawan
penindasan ekonomi dan politik seperti : pajak pembebasan dengan segala tawanan
politik dan pengembalian orang buangan politik, massa aksi yang mana harus
diperkuat dengan pemogokan umum dan melawan pemerintah.
7. Menuntut hapusnya Volksraad,
Raad van Indie dan Algemeene Secretaris dan pembentukan Majelis
Nasional (National Assembly) dari mana nanti akan dipilih Badan
Pelaksana yang bertanggung jawab kepara Majelis Nasional.[36]